Selamat Datang, Semoga banyak ilmu yang Anda dapatkan...

Rabu, 28 September 2011

Semua Tentang JALAN


TAK SELAMANYA JALAN ITU PADAT

Perhatikanlah! Bukankah kita pasti pernah menyeberangi jalan raya? Ya, sebanyak apapun kendaraan yang berlalu-lalang dihadapan kita, pasti ada kalanya senggang juga bukan? Rasanya saya belum pernah tidak berhasil menyeberangi jalan. Memang untuk masalah waktunya kita tidak bisa memastikan cepat atau lambat, tapi satu hal yang pasti “Kita pasti akan berada di seberang jalan itu sebagai tujuan kita”. Nah, begitupun tujuan dalam hidup kita, apapun itu pencapaian kesuksesan atau kebahagiaan merupakan suatu hal yang pasti bias kita gapai. Kalau kendaraan yang lalu-lalang itu kita analogikan sebagai hambatan atau masalah dalam perjalanan kita menuju kesuksesan.
Maka, yakinilah masalah itu akan berlalu! Tak ada badai yang tak reda, tak ada juga gelombang yang tak surut, semuanya pastikan berlalu. Kita pasti bias “seberangi” tinggal kita bersiap siaga berdiri di pinggir jalan (Menghadapi Tantangan) atau tidak sama sekali punya keberanian untuk menyeberang (Mencapai Tujuan Hidup) hingga kita tak pernah beranjak dari posisi kita (Tidak Berusaha).


AKAN ADA RESIKO

Sering sekali kita membaca koran atau mendengar berita di televisi, orang atau anak kecil tewas tertabrak kendaraan saat pulang sekolah dan sebagainya. Jalanan memang menghadirkan berbagai ancaman. Kalau kita yang sudah hati-hati, terkadang orang lain yang tidak. Kecelakaan, ditabrak dan menabrak adalah resiko penyeberang jalan. Nah, konsep ini berlaku juga pada jalan kehidupan kita. Jika kita berusaha mencapai sesuatu yang kita inginkan atau cita-citakan dalam hidup ini, tentunya kemungkinan “kecelakaan” atau kegagalan adalah resiko bagi orang yang mau berusaha. Sederhananya, kalau Anda tidak mau menerima resiko, yah tidak usah berusaha [titik]. Padahal resiko psikologisnya jauh lebih besar bila Anda tak pernah mau berusaha sama sekali. Artinya kemungkinan gagal itu ada, masalahnya apakah kita tahu akan gagal atau berhasil dalam menjalaninya? Kalau Anda sepakat jawabnya “tidak tahu” mengapa juga kita repot memikirkannya, yang terpenting adalah “nyebrang dulu”. 

Minggu, 11 September 2011

8 Trik Menyiasati Kemarau


Bayangin deh!! air PAM udah sebulan kagak hidup. Sebegitu lama tak mandi-mandi (untungnya ada fresh body spray nih, Selamat ya!) gigi udah lumutan, baju udah pada semutan, piring kotor udah pada sumputan, hehe… Oh iya, untungnya ada sumur umum deket rumah. Huft, ternyata harus antrian pula. Ibu-ibu, bapak-bapak sampe kakek-nenek juga ngantri (kecuali anak-anak yang masih bingung dengan kerjaan orang dewasa—menyedihkan). Semua menenteng ember, bak ampe drum (wah ini pasti yang nenteng nenek kekar) giliran antrian sudah sampai di kita, eh baru mau nyelemin timbo rupanya sudah menyentuh tanah (airnya hilang ditelan bumi). Hmm, kesel nggak? Apalagi ngeliat cengiran nenek kekar yang ngabisin air dengan drumnya tadi. Ah, kalau sudah begini rasanya menyesal menyia-yiakan air selagi buanyak dahulu. Cukup sudah kawan! Kepalang nasi udah jadi bubur jadi tinggal bagaimana buburnya kita jual trus beli lagi beras, masak nasi lagi dech (beres bukan? Laa tahzan Om!) berikut ini saya mengaku sudah banyak sekali pengalaman di dunia per-kemarau-an jadi simak baik-baik ya 8 (Delapan) trik menyiasati kemarau:

  1. Mandi gunakan air secukupnya saja, kalau emang ngak penting cukup mandiin hidungmu saja. Satu gayung sudah cukup. Lalu jangan lupa dibawah ditaruh ember buat tadahin air satu gayung tadi, siapa tahu airnya jadi bertambah satu ember (ini mencurigakan jangan-jangan airnya hijau dan berlendir hasil dari produksi hidung tuh).

  1. Idealnya waktu mandi yang biasa 2 kali sehari (pagi dan sore) dijamak aja jadi satu kali, waktunya ditengah-tengah. Yups! Kamu benar. Siang-siang bolong. Jangan lupa minta bantuan parfum 3 botol semprotkan ke seluruh tubuhmu agar tahan sampai beberapa hari ke depan.

  1. Dalam satu hari kamu pasti akan ke toilet (karena ini kebutuhan sekunder tubuh manusia) untuk menyiasatinya. Bila buang air kecil, cukup basuh dengan air bekas minuman cup (air mineral gelas, seperti; aqua, aira, alfa, izin dan sakit he…he…) biasanya kebanyakan orang tidak menghabiskan air minum tersebut terutama di tempat-tempat sedekah tuh! Jadi manfaatin sisa air tersebut. Eits, jangan lupa buang dulu pipetnya ya!

  1. Bila terpaksa harus buang air besar (wah gimana tadi katanya ini kebutuhan manusia, ya pasti dong kita pada ‘eek’) kalau lagi masa sulit seperti ini kalau bisa ditahan bok ya ditahan sampai musim hujan datang gitu loh mas! Biasanya pula tinja kita di musim kemarau, bentuknya besar-besar, keras pula dan warnanya kuning ketua-tuaan (ini disebabkan asupan mineral tubuh yang menurun) kalau sudah begini merepotkan sekali, jelas kamu membutuhkan air yang jumlahnya besar pula. Untuk itu saran saya, cari rumah tetangga yang airnya cukup banyak, numpang deh disana (wah klo begini sih nggak solutif bangets) eh, Hayo kamu pilih toilet kamu bau atau kamu tahan malu? (memilih buah simalakama nih yee!)

  1. Trus untuk menyiram tanaman yang sudah pada kritis bahkan sudah banyak yang berguguran mati airnya dari mana? Masih ingat triks pada point 1 bukan? Nah air sisa tadah saat mandi dapat digunakan untuk hal demikian. Bila masih tidak mencukupi, cari tumbuhan sejenis kaktus yang tahan pada kondisi kering/tanpa air. Atau ada cara yang lebih sederhana yang mungkin kamu tidak pernah kepikiran. Mau tahu? Jemaah mau tahu? Ganti dengan bunga plastik. Nggak perlu air, nggak perlu perawatan.


  1. Kamu masih memerlukan air bersih dong? untuk masak mie, seduh kopi atau sekedar untuk membasuh luka (ini serius butuh air steril banget kalau disepelehkan akan berakibat fatal) begini caranya : kemarau berdampak pada kekeringan hutan, biasanya hutan yang kering mudah terbakar, kalau di dekat hutan tersebut ada rumah papan, api bisa datang darimana saja dan menyebabkan kebakaran, nah nanti pemerintah atau instansi terkait akan mengirimkan Mobil Pemadam Kebakaran. Ini sudah mulai nampak secercah harapan. Mobil Pemadam tentunya pakek air toh? Nah, berdasarkan pengalaman saya (mengamati aksi blangwer memadamkan api) ketika selang besar yang digunakan untuk mendistribusikan air dari tangki mobil tersebut menyemprotkan pada kobaran api, nah disitu ada celah buat kamu tadah air pakai ember. Cari sambungan selang (biasanya disitu mengalami kebocoran, terutama selang made in Indonesia) kamu kumpulin deh setetes demi setetes airnya, atau bila kamu lebih nekat dan berani lagi, kamu bisa menadah air bersih tersebut dalam kobaran api pada rumah yang terbakar itu. Yakin deh, kamu bahkan dapet lebih dari yang kamu harapkan. Tinggal taruhannya adalah nyawa kamu.

  1. Sebenarnya banyak sekali sumber air itu, seperti: sungai, kali, tempat isi ulang galon bahkan pada pohon-pohon yang secara fisiologis mampu menyimpan air cadangan. Tetapi masalahnya kemarau, maka mereka pun tidak berkelebihan air dan sangat pelit mengeluarkannya. Jadi, untuk mendapatkan air, kamu cari pohon yang baik hati, yang suka beramal sholeh tidak pelit, biasanya pohon seperti itu yang rajin sholatnya, ciri-ciri pohon seperti itu bagian atasnya menekuk, atau dahannya tertekuk seperti sujud. Yakin deh, dia pasti beri kamu air kalau kamu minta dengan sungguh-sungguh tapi kamu harus tahan mental pada ejekan orang disekitarmu nanti.

  1. Akhirnya tanpa terasa dipenghujung Trik ampuh yang sampai gila saya memikirkannya. Jurus terakhir apabila ketujuh poin di atas masih juga membuat kamu merasa kesulitan menjalankannya. Yakinlah pada nomor ini kamu juga akan merasa jauh lebih sulit. Pahami sifat air, ingat air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Pada dataran tinggi jumlah debit air sangat berbeda pada dataran yang lebih rendah (ciyeee sok ilmiah). Coba cek mungkin selama ini kamu tinggal terlalu tinggi, atau rumah panggung, atau daerah pegunungan. Sehingga wajar saja kamu kesulitan mendapatkan air. Sekarang coba deh kamu beranjak ke yang lebih rendah. Daerah bantaran kali memungkinkan untuk mendapatkan air. Namun bila masih tidak menemukan air juga kamu harus mulai menggali, buatlah galian sekitar 1 meter x 2 meter, masuk ke dalamnya, trus berbaring (lebih disunnahkan menghadap kiblat), panggil warga sekitar untuk menimbun kamu. Eits, jangan lupa siapkan di atasnya papan bertuliskan “Saya Si Pencari Air Sejati Hingga Sampai Mati”.

Terima kasih sudah berkenan membaca dan selamat mencoba. Sumber di dapat dari pikiran saya yang sedikit aneh dan risau dengan fenomena sekarang ini.
Embun Fajar – ada ide liar sayang kalau tidak ditulis 11 Sept 2011 start jam : 21:45 wib

Genderang Perang



Menulis dan menjadi seorang penulis sejatinya seperti sebuah perperangan. Perperangan yang harus kita menangkan atau kita akan menjadi manusia yang kalah selamanya (pecundang:red). Tentu dalam suatu perperangan ada musuh yang akan kita takhlukkan, ada waktu yang menjadi patokan, akan ada teman yang mengiringi perjuangan, akan ada keluarga yang kita tinggalkan, akan ada banyak hal yang kita korbankan.

Kita kemungkinan besar akan kalah apabila tidak mempersiapkan amunisi yang cukup, medan yang kita kuasai, atau strategi jitu guna memenangi perperangan. Berbagi cerita bersama pahlawan perang yang telah berhasil meraih kemenangan hanyalah sekedarnya menambah wawasan kita hingga tekhnik yang kita pakai sudah tepat atau belum untuk diterapkan. Dikarenakan perbedaan kondisi situasi, banyak hal yang belum tentu bisa dilakukan sesuai apa yang telah direkam oleh otak atas pengalaman pahlawan tersebut. Intinya, kita jualah yang terjun kedalamnya, mencicipi aroma mesiu, menikmati alunan desing peluru, bermandikan darah dan peluh keringat untuk mendapati pengalaman berharga itu. Pengalaman menjadi pejuang perang yang gigih.

Jika kita ingin menjadi seorang penulis yang ‘menang’, kita harus paham betul siapa musuh yang harus kita takhlukkan. Apakah itu sifat malas diri sendiri, takut memulai, tidak punya waktu menulis dan sibuk dengan hal lain, atau malah tidak ada jawaban jelas atas pertanyaan “Untuk Apa Menang?” jadi benarlah kata  Napoleon Bonaparte “Petarung yang kalah itu biasanya adalah petarung yang sudah berpikir tak pantas menang”.

Penulis yang berpengalaman di luar sana, telah terjun bebas pada dunia yang dicintainya. Tidak setengah-setengah hatinya menggoreskan tinta di atas kertas putih hingga kertas itu menjadi sesuatu yang berharga dan diminati. Mereka menyelami berbagai pengalaman menulis, dari salah, dicaci-hina, diintervensi, menjadi kontroversi sampai terasing di penjara. Sedangkan kita, baru akan berjalan menuju ke pengalaman itu tapi sudah terbayang ketakutannya. Tidak diterima bila karya kita ditolak penerbit, dibantai habis-habisan atau dibuang ke lautan. Besarnya mental kita tak sebanding dengan besarnya mimpi kita.

Impian kita akan lahir penulis besar seperti halnya DR. ‘Aidh Al-Qarni dari Mesir,  Robert T Kiyosaki dari Jepang, atau Amru Khalid penulis favorit saya dari Bierut, semisal di Indonesia ada deretan nama seperti Kang Abik dari Semarang, Andrea Hirata dari Bangka Belitong, A. Fuadi dari Padang dan Asma Nadia dari Jakarta. Adakah lahir penulis sebesar itu dari Prabumulih? Untuk saat ini masih kita jawab dalam alam mimpi. Namun mimpi hanya akan jadi sekedar bunga tidur bila kita masih meneruskan tidur kita bukannya bangun dan kejar mimpi itu. Butuh tekad yang membaja dalam mengumpulkan huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraph demi paragraph hingga menjadi tulisan luar biasa yang memberitakan pada dunia bahwa Prabumulih kini juga bisa.

Kini Genderang perang sudah di mulai, kita belajar perang bersama, takhlukkan musuh kita, jangan patah arang, jatuh-bangkit-jatuh-bangkit-lalu bangkit jumlah kata “bangkit” harus lebih banyak dari kata “jatuh” bila kita ingin memenangkan perperangan ini. Wujudkan mimpi kita! Buktikan teman! Mari kita fastabiqul khairat membanjiri karya kepenulisan nasional bahkan internasional dengan karya asli dari anak FLP Prabumulih! Terus semangat karena kita ada untuk berkarya…!!!

Ketua FLP Prabumulih 2011-2013
Fajar Kustiawan 10 September 2011 – 10:09 wib

Sabtu, 10 September 2011

Seperti Emak



Dalam seremonial sarapan pagi di rumah. Obrolan ringan kami sekeluarga menjadi waktu terpavoritku sendiri. Hingga aku mengutarakan ketertarikanku pada dunia tulis-menulis. Kakak perempuanku hobinya buat sulaman atau seni menjahit lainnya, adikku suka dengan musik, terutama alat pukul. Jadi penasaran apa hobi emakku waktu remaja dulu.
“Mak, waktu mudo dulu hobi apo?” tanyaku.
“Hobi masak, nyuci piring, nyapu, ngepel trus beres-beres rumahlah.” Jawabnya.
“Beruntung nian Papa,” kataku yang di balas cengir kuda Papa.

Emak, sampai setua sekarang tak pernah lelah memberikan yang terbaik pada suaminya tercinta berikut ketiga anaknya yang tinggal dirumah (belum berkeluarga:red). Pekerjaan rumah baginya bukan saja panggilan jiwa tapi hobi yang ada estetika cinta di dalamnya. Hinggalah aku ingat ajaran konfusius “ Carilah pekerjaan yang kamu cintai, maka seumur hidup kamu tidak akan pernah merasa bekerja”. Eits, asal jangan kata “kerja” diganti kata “istri” ya, bisa gawat berbahaya!

Hobi bermula dari rasa suka akan sesuatu dan walau hal tersebut di ulang-ulang, kita takkan pernah bosan atau menggerutu jemu. Apa saja yang menjadi hobi kita biasanya membuat kita bergairah melakukannya, “Bikin Hidup Lebih Hidup” begitu kata iklan. Dan tentu impactnya pada hasil. Karena mereka yang hobi memainkan musiknya, maka jadilah ia sekelas Mozart, atau mereka yang hobi memukul golf jadilah dia seperti Tiger Woods. Singkat kata formulanya (Hobi = Cinta = Kualitas).
                                                                                  
Kembali ke Emak. Maka, tak heran bila bangun pagi-pagi Emak senantiasa riang menyiapkan makanan/minuman buat sarapan anak-anaknya. Maka, tak aneh bila Emak bernyanyi lagu miliknya Dewi Yull saat menggosok pantat kuali di tempat cucian. Wajar saja Emak begitu gesit kala beraksi di dapur beres-beres dan menyiapkan segalanya untuk keluarga tercinta. Itu semua tak lain karena Emak Hobi. Hingga aku tahu betul masakan Emak adalah yang nomor wahid di dunia (berkualitas). Berdasarkan pengamatanku hobi Emak ini tidak menurun ke anaknya—terutama 2 anaknya yang perempuan. Entah genetik pembawa sifat hobi masak tersasar kemana? Aku tak mau pusing memikirkannya. Akibatnya dunia tak selaras ketika Emak pergi atau tidak ada dirumah untuk waktu yang cukup lama. Aku seperti berada di rumah zombie atau rumah kunitalanak lah, semua menjadi tak teratur karena hilang sentuhan tangannya Emak.

Akhirnya, Aku anak bujang satu-satunya, sedang berfikir keras dan bertanya-tanya bilakah suatu saat nanti aku seberuntung Papa? Adakah wanita yang hobinya seperti Emak?

Trap in a subway, can’t remember the day but I feel ok
Damped in damn situation, in every condition with no conclusion
Whenever the rain comes down and it’s seems there’s none to hold me
She’s there for me, she’s my mom

Embun Fajar ~ Insomnia Time, 10-09-2011 jam 00:27 wib